Kamis, 05 Desember 2013

KARAKTERISTIK KESEHATAN MENTAL

Karakteristik Kesehatan Mental
1.        Karakteristik Personal
Kartini Kartono (2000:82-83), mengemukakan empat ciri-ciri khas pribadi yang bermental sehat meliputi:
a.     Ada koordinasi dari segenap usaha dan potensinya, sehingga orang mudah melakukan adaptasi terhadap tuntutan lingkungan, standar, dan norma sosial serta perubahan social yang serba cepat.
b.    Memiliki integrasi dan regulasi terhadap struktur kepribadian sendiri sehingga mampu memberikan partisipasi aktif kepada masyarakat.
c.     Dia senantiasa giat melaksanakan proses realisasi diri (yaitu mengembangkan secara riil segenap bakat dan potensi), memiliki tujuan hidup, dan selalu mengarah pada transendensi diri, berusaha melebihi keadaan yang sekarang.
d.    Bergairah, sehat lahir dan batinnya, tenang harmonis kepribadiannya, efisien dalam setiap tindakannya, serta mampu menghayati kenikmatan dan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhannya.
Selain itu, karakteristik personal dari kesehatan mental adalah memiliki fisik yang sehat. Diakatakan sehat bila secara fisiologis (fisik) terlihat normal tidak cacat, tidak mudah sakit, tidak kekurangan sesuatu apapun
Kemampuan fisik adalah kemampuan tugas-tugas yang menuntut stamina keterampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa. Penelitian terhadap berbagai persyaratan yang dibutuhkan dalam ratusan pekerjaan telah mengidentifikasi sembilan kemampuan dasar yang tercakup dalam kinerja dari tugas-tugas fisik. Setiap individu memiliki kemampuan dasar tersebut berbeda-beda.
Ada penelitian yang mendukung pandangan bahwa latihan fisik memiliki hasil positif pada kesehatan mental. Latihan fisik akan memberikan kontribusi untuk suasana hati yang positif dan konsentrasi tinggi. Mereka hasil terutama atribut untuk perubahan kimia dalam tubuh yang disebabkan oleh aktivitas fisik. Seperti dengan olahraga dipagi hari dapat merilekskan pikiran seseorang bola pikirannya sedang jenuh.

2.        Karakteristik Intelektual
Karakteristik intelektual ini berkaitan erat dengan kemampuan individu untuk memanfaatkan potensi yang dimilikinya dalam kegiatan­kegiatan yang p[ositif dan konstruktif bagi pengembangan kualitas din manusia. Pemanfaatan itu seperti dalam kegiatan — kegiatan belajar, bekerja, berorganisasi, pengembangan hobi dan berolahraga.
Dalam hal ini mental yang sehat terjadi apabila potensi-potensi yang ada pada din individu tersebut dikembangkan secara optimal sehingga mendatangkan mafaat bagi diri sendiri dan lingkungannya. Dalam mengembangkan kualitas diri perlu diperhitungkan norma dan nilai yang berlaku karena potensi dan kualitas itu ada yang baik dan ada yang buruk.
Menurut Syamsu Yusuf (1987); Kartini Kartono dan Jenny Andari (1989); WHO dari segi Intelektual karakteristik kesehatan mental itu adalah:
a.     Mampu berpikir realistik dan objektif
b.    Bersifat kreatif dan inovatif
c.     Bersifat terbuka dan fleksible, tidak difensif.
d.    Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman hidup.

3.        Karakteristik Sosial
Sehat secara sosial dapat dikatakan mereka yang bisa berinteraksi dan berhubungan baik dengan sekitarnya.mampu untuk bekerja sama. Dalam hal ini individu diharapkan secara aktif berupaya memenuhi hak­hak pribadi tanpa melupakan atau melanggar hak-hak orang lain. Segala aktivitasnya ditunjukkan untuk mencapai kebahagiaan bersama. Dalam hal ini manusia harus memegang prinsip bahwa tidak akan mengorbankan hak-hak orang lain demi kepentingannya sendiri di atas kerugian orang lain.
Menurut Syamsu Yusuf (1987) dari segi social, karakteristik kesehatan mental itu adalah:
a.    Memiliki Perasaan Empati dan rasa kasih sayang (affection) terhadap orang lain, serta senang untuk memberikan pertolongan kepada orang­orang yang memerlukan pertolongan.
b.    Mampu berhubungan denga orang lain secara sehat, penuh cinta dan persahabatan.
c.    Bersifat toleran dan mau menerima tanpa memandang kelas social, tingkat pendidika, politik, agama, suku, ras, atau warna kulit.

4.        Karakteristik Emosional
Menurut Goleman emosional merupakan hasil campur dari rasa takut, gelisah, marah, sedih dan senang. Emosi menurut kebanyakan orang adalah keadaan seseorang yang sedang marah, padahal sebenarnya emosi itu tidak hanya pada saat seseorang marah saat bahagia pun itu juga disebut emosi. Kemarahan bisa juga disebut emosi negatif sedangkan senang bisa disebut emosi positif.
Jadi emosi dapat dikatan bentuk pengekpresikan diri dimana seseorang dapat mengendalikan situasi secara emosional baik itu positif maupun negative tergantntung individu itu menghadapi masalah. Bila individu itu dapat dengan baik mengendalikan emosi itu secara positive maka secara langsung perkembangan kesehatan mentalnya dapat dikatakan dengan baik.
Kesadaran emosi (emotional literacy) yang bertujuan membangun rasa percaya diri pribadi melalui pengenalan emosi yang dialami dan kejujuran terjadap emosi yang dirasakan. Kesadaran emosi yang baik terhadap diri sendiri dan orang lain, sekaligus kemampuan untuk mengelola emosi yang dikenalnya, membuat seseorang dapat menyalurkan energi emosinya ke reaksi yang tepat dan konstruktif.
Kebugaran emosi (emotional fitness) yang bertujuan mempertegas antusiasme dan ketangguhan untuk menghadapi tantangan dan perubahan. Hal ini mencakup kemampuan untuk mempercayai orang lain serta mengelola konflik dan mengatasi kekecewaan dengan cara yang paling konstruktif.
Kedalaman emosi (emotional depth) yang mencakup komitmen untuk menyelaraskan hidup dan kerj a dengan potensi serta bakat unik yang dimiliki. Komitmen yang berupa rasa tanggung jawab ini, pada gilirannya memiliki potensi untuk memperbesar pengaruh tanpa perlu menggunakan kewenangan untuk memaksakan otoritas.
Alkimia emosi (emotional elchemist) yaitu kemampuan kreatif untuk mengalir bersama masalah-masalah dan tekanan-tekanan tanpa larut di dalamnya. Hal ini mencakup keterampilan bersaing dengan lebih peka terhadap kemungkinan solusi yang masih bersembunyi dan peluang yang masih terbuka untuk mengevaluasi masa lalu, menghadapi masa kini, dan mempertahankan masa depan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Orang yang sehat secara emosi dapat terlihat dari kestabilan dan kemampuannya mengontrol dan mengekspresikan perasaan (marah, sedih atau senang) secara tidak berlebihan. Mampu mengendalikan diri

5.        Karakteristik Moral Keagamaan
Menurut Syamsu Yusuf (1987) dari segi keagamaan, karakteristik kesehatan mental itu diantaranya:
a.     Beriman kepada Allah dan taat mengamalkan ajaran-Nya
b.    Jujur, amanah (bertanggung jawab) dan ikhlas dalam beramal
c.     Berusaha untuk mengembangkan potensi dirinya secara positif karena ia sadar hal tersebut merupakan anugrah dari Tuhan
d.    Menanamkan moralitas dan rasa adil dalam diri serta memberikan manfaat bagi sekelilingnya
Schneiders (1965) membagi kriteria kesehatan mental menjadi beberapa kategori (dalam bukunyaPersonality Dynamic and Mental Health) mengemukakan kriteria yang sangat penting dan dapat digunakan untuk menilai kesehatan mental. Kriteria itu dapat diuraikan sebagai berikut :
1.         Adequate contact with reality (Hubungan yang adekuat dengan kenyataan)
Dalam berbicara tentang kriteria penyesuaian diri, kita mengenal salah satu kriteria, yakni orientasi yang adekuat pada kenyataan. Dalam menilai kesehatan mental, kita menemukan sesuatu yang sangat serupa dengan orintasi, yakni konsep kontak, meskipun kedua istilah tersebut tidak memiliki arti yang persisi sama. Orientasi mengacu secara khusus pada sikap seseorang terhadap kenyataan, sedangkan kontak mengacu pada cara bagaimana atau sejauh mana seseorang menerima kenyataan menolaknya atau melarikan din padanya.
Dengan demikian, seseorang yang terlalu menekankan masa lampau adalah orang yang tidak berorientasi pada kenyataan, sedangkan seseorang yang menggantikan keenyataan dengan fantasi/khayalan adalah orang yang telah menolak kenyataan. Orientasi yang kurang sangat mungkin berhubungan dengan ketidakmampuan menyesuaiakan diri dan gangguan-gangguan neurotic, sedangkan kontak yang tidak adekuat dengan kenyataan secara khas ditemukan pada pasien yang sangat kalut, seperti pasien skizofrenik.

2.         Healthy attitude (Sikap-sikap yang sehat)
Sikap-sikap mempunyai kesamaan dengan perasaan dalam hubungannya dengan kesehatan mental. Dalam perjumpaan kita dengan kepribadian-kepribadian yang tidak dapat menyesuaiakan din atau kalut, kita selalu teringat betapa pentingnya mempertahankan pandangan yang sehat terhadap hidup, orang-orang, pekerjaan atau kenyataan. Tidak mungkin kesehatan mental terjadidalam konteks kebenciandan prasangka, pesimisme dan sinisme, atau keputusaasaan dan kehilangan harapan. Sikap-sikap ini terhadap kesehatan mental sama seperti bakteri dan racun terhadap kesehatan fisik.
3.         Control our thought and imagination (Pengendalian pikiran dan Imajinasi)
Pengendalian yang efektif selalu n'terupakan salah satu tanda yang sangat pasti dari kepribadian yang sehat. Ini berlaku terutama bagi proses- proses mental. Berkhayal secara berlebihan, misalnya, merusak kesehatan mental karena melemahkan hubungan antara pikiran dan kenyataan. Tanpa pengendalian ini, maka obsesi, ide yang melekat (pikiran yang tidak hilang-hilang), fobia, delusi dan symptom-symptom lainnya mungkin berkembang.

4.         Integration our thought and conduct (Integrasi pikiran dan Imaninasi)
Hal ini juga penting bagi kesehatan mental adalah mengintegrasikan antara pikiran dan tingkah laku, suatu kualitas yang biasanya diindentikkan sebagai integritas pribadi. Pembohong yang patologik, psikopat, dan penipu mengalami kekurangan dalam integrasi pribadi dan sering kali cirinya adalah patologik

5.         Integration of motives and resolution of conflict (Integrasi motif-motif dan pengendalian konflik/frustasi)
Kemampuan untuk mengintegarsikan motivasi-motivasi pribadi dan tetap mengendalikan konflik-konflik dan frustasi-frustasi dan konflik­konflik sama pentingnya dengan integrasi pikiran dan tingkah laku. Konflik yang hebat akan muncul apabila motif-motif tidak terintegrasi. Kebutuhan akan afeksi dan keamanan bisa bertentangan dengan otonomi, dorongan seks bia bertentangan dngan cita-cita atau prinsip-prinsip moral. Kecenderungan-kecenderungan yang bertentangan ini harus diintegrasikan antara satu dengan yang lainnya jika konflik-konflik dan frustas-frustasi itu dikendalikan.
  
6.         Mental efficiency (Efesiensi mental)
Efesiensi dapat digunakan untuk menilai kesehatan mental. Tentu saja kepribadian yang mengalami gangguan emosional neurotic, atau tidak adekuat sama sekali tidak memiliki kualitass ini.

7.         Adequate concept of self (Konsep diri yang sehat)
Perasaan-perasaan diri yang tidak kuat, tidak berdaya, rendah diri, tidak aman, atau tidak berharga akan mengurangi konsep diri yang kuat. Kondisi ini akan sulit menemukan kriteria lain dalam kesehatan mental. Ide ini dapat disamakan dengan penerimaan diri.

8.         Feeling of security and belonging (Perasaan terhadap rasa aman dan penerimaan)
Integrasi yang dituhkan bagi kesehatan mental dapat ditunjang oleh perasaan-perasaan positif dan demikian juga sebaliknya perasaan-perasaan negative dapat mengganggu atau bahkan merusak kestabilan emosi. Perasaan-perasaan tidak aman yang dalam, tidak adekuat, bersalah, rendah diri, bermusuhan, benci, cemburu, dan iri hati adalah tanda-tanda gangguan emosi dan dapat menyebabkan mental tidak sehat. Sebaliknya, perasaan-perasaan diterima, cinta, memiliki, aman, dan harga diri sebagai tanda kesehatan mental. Dari perasaan-perasaan ini, perasaan aman mungkin sangat dominan karena pengaruhnya merembes pada hubungan antara individu dan tuntutan-tuntutan kenyatan.

9.         Adequate ego integration (Integrasi ego yang adekuat)
Menurut White, "Identitas ego adalah diri atau orang di mana is merasa menjadi dirinya sendiri"(White, 1952). Dalam perjuangan yang tak henti-hentinya untuk menanggulangi tuntutan-tuntutan dari diri dan kenyataan dan untuk menangani secara tegas harus berpegang teguh pada integrasi kita sendiri. Kita hams mengetahui kita ini siapa dan apa.
Pada beberapa orang, identitas ego rupanya tidak tumbuh menjadi lebih stabil ketika mereka mendekati masa remaja atau masa dewasa, melainkan akan terjadi fiksasi-fiksasi pada tingkat-tingkat perkembangan yang tidak matang atau regresi apda cara-cara bertingkah laku yang lebih awal, serta akan terhambat kemampuan'untuk bertindak secara efektif. Menurut White "Apabila identitas ego tumbuh menjadi stabil dan otonom, maka orang tersebut akan mampu bertingkah laku lebih konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya. Semakin is yakin akan kodrat dan sifat-sifat yang khas dari dirinya sendiri, maka semakin kuat juga inti yang menjadi sumber kegiatannya".

10.     A healthy emotional life (Emosional yang sehat)
Banyak kriteria penyesuaian diri dan kesehatan mental berorientasi kepada ketenangan pikiran/mental, yang seringkali disinggung dalam pembicaraan mengenai kesehatan mental, yang seringkali disinggung dalam pembicaraan mengenai kesehatan mental. Apabila ada keharmonisan emosi, perasaan positif, pengendalian pikiran dan tingkah laku, ingrasi motif-motif maka akan muncul ketenangan mental. Kita tidak dapat memiliki yang satu tanpa yang lain-lainnya. Ini berarti kesehatan mental, sepertipenyesuaian diri dan tidak diizinkan adanya symptom-symptom yang melumpuhkan. Respon-respon yang simptomatik, seperti delusi-delusi, lamunan, atau halusinasi, langsung bertentangan dengan kestabilan mental.


  
KEPUSTAKAAN

Bernard, W Harold.1970. Mental Health In The Classroom. Portland:McGraw­Hill dalam Islam. Bandung: Mandar Maju.






Kartini Kartono. 2000. Hygiene Mental. Bandung: CV. Mandar Maju.


Syamsu Yusuf LN.1987. Mental Hygiene. Bandung: Maestro.

1 komentar:

  1. Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.

    BalasHapus