Kamis, 05 Desember 2013

IDENTIFIKASI INTELEGENSI BERDASARKAN MULTIPLE INTELEGENSI

Latar Belakang Kecerdasan Majemuk
Terdapat beberapa perbedaan pendekatan dalam memahami istilah kecerdasan. Pandangan psikometrik merupakan pandangan yang paling tradisional. Menurut pandangan ini, terdapat hanya satu kecedasan yang sering disebut dengan kecerdasan umum (general intelligences). Setiap individu dilahirkan dengan suatu kecerdasan tertentu yang paling menonjol dan sulit diubah. Para psikolog dapat mengukur intelegensi (IQ) seseorang melalui tes jawaban pendek, atau dengan mengukur waktu yang dibutuhkan seseorang untuk bereaksi terhadap kilatan cahaya atau keberadaan pola gelombang otak tertentu (Gardner dalam Hernández, 2010).
Akan tetapi ternyata hasil tes IQ tersebut tidak memuaskan sehingga para peneliti mengembangkan beberapa alternatif teori yang kesemuanya menyatakan bahwa kecerdasan merupakan hasil dari sejumlah kemampuan yang berkontribusi terhadap kinerja manusia.
Pada tahun 1983, seorang peneliti dan profesor di Universitas Harvard, Howard Gardner mengajukan sebuah sudut pandang baru mengenai kecerdasan. Dalam bukunya “Frames of Mind” Gardner menemukakan teorinya yang disebut dengan multiple intelligences (MI) atau kecerdasan majemuk. Gardner dalam teori kecerdasan majemuknya, mengemukakan bahwa kecerdasan manusia mempunyai banyak dimensi yang harus diakui dan dikembangkan dalam pendidikan. Ia menganggap bahwa tes IQ hanya mengukur kemampuan logika dan bahasa, tanpa tipe kecerdasan lainnya yang juga penting. Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagai sebuah potensi biopsikologis. Kecerdasan tidak dapat dilihat atau dihitung.
Kecerdasan merupakan proses informasi yang dapat diaktifkan dalam sebuah latar kultural tertentu untuk menyelesaikan masalah atau membuat produk yang bernilai dalam masyarakat tersebut. Aktivasi potensial ini bergantung pada nilai suatu budaya, dan kesempatan berkembang dalam budaya tersebut. Teori MI tidak hanya bermanfaat bagi perkembangan peserta didik. Guru yang mengetahui kecerdasannya sendiri yang menonjol akan lebih dapat mengajar dengan lebih efektif karena menemukan gaya mengajar yang paling sesuai. Sebaliknya kadang-kadang peserta didik dapat membantu guru dengan kecerdasan yang dimilikinya yang tidak dimiliki oleh guru.

Kriteria Untuk Mengidentifikasi Kecerdasan

Berdasarkan pengembangan MI dan pengkarakteran kecerdasan yang luas, Gardner tidak berfokus pada pembuatan dan interpretasi instrumen. Akan tetapi ia menyimpulkan penemuan penelitiannya dari biologi evolusi, neurosains, antropologi, serta penelitian psikometrik. Melalui sintesis penelitian yang relevan dengan penelitiannya, Gardner dalam Amstrong (2009) menetapkan beberapa kriteria untuk mengidentifikasi kecerdasan yang unik. Kriteria kecerdasan tersebut
yaitu.
1.    Isolasi potensial oleh kerusakan otak. Meskipun seseorang mengalami kesulitan berbicara, membaca dan menulis karena kerusakan otak yang bertanggungjawab terhadap kecerdasan linguistik, ia tetap masih dapat menyanyi, berhitung, menari dan sebagainya. Kecerdasan yang diajukan oleh Gardner merupakan sistem yang otonom.
2.    Adanya savant (individu yang menunjukkan kemampuan yang lebih sedangkan satu atau beberapa kecerdasan lainnya berada pada tingkat yang rendah), prodigy*, dan individu yang memiliki kemampuan yang luar biasa lainnya.
3.    Setiap kecerdasan memiliki waktu kemunculan dan perkembangan.
4.    Sejarah evolusioner dan evolusi yang masuk akal. Setiap kecerdasan memiliki bukti historis, seperti spasial dapat ditemukan pada gambar dalam gua kuno, irama terbang serangga ketika mencari bunga, musikal melalui instrumen musik kono, dan sebagainya
5.    Dukungan dari temuan psikometri.
6.    Dukungan eksperimen psikologi.
7.    Inti operasi atau rangkaian operasi yang teridentifikasi seperti halnya sebuah program komputer yang membutuhkan serangkaian cara kerja dasar agar dapat berfungsi menggerakkan kegiatan yang khas pada setiap kecerdasan. Misalnya kinestetik yang memiliki cara kerja dasar mampu menirukan gerakan fisik, mampu menguasai gerak rutin motorik halus dalam menyusun bangunan.
8.    Kemudahan pengkodean dalam sistem simbol. Masing-masing kecerdasan memiliki simbol masing-masing yang unik. Contohnya untuk kecerdasan linguistik terdapat sejumlah bahasa lisan dan tulisan seperti Inggris, Prancis dan Spanyol.

Identifikasi Kecerdasan 
Ada dua cara pengumpulan informasi untuk mengidentifikasi kecerdasan, yaitu dengan menggunakan data objektif dan data subjektif. Identifikasi melalui penggunaan data objektif diperoleh melalui antara lain :
1.    skor tes inteligensi individual
2.    skor tes inteligensi kelompok
3.    skor tes akademik
4.    skor tes kreativitas

Sedangkan identifikasi melalui penggunaan data subjektif diperoleh dari :
1.    ceklis perilaku
2.    nominasi oleh guru 
3.    nominasi oleh orang tua
4.    nominasi oleh teman sebaya dan
5.    nominasi oleh diri sendiri

Untuk melakukan identifikasi dengan menggunakan data objektif seperti tes inteligensi individual, tes inteligensi kelompok dan tes kreativitas, pihak sekolah dapat menghubungi Fakultas Psikologi yang ada di kota masing-masing maupun Kantor Konsultan Psikologi. Sedangkan untuk memperoleh skor tes akademik, sekolah dapat melakukannya sendiri. Biasanya prestasi akademik yang dilihat dari anak berbakat intelektual adalah dalam mata pelajaran : Bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Matematika, Pengetahuan Sosial, Sains (Fisika, Biologi, dan Kimia).
Untuk pengumpulan informasi melalui data subjektif, sekolah dapat mengembangkan sendiri dengan mengacu pada konsepsi dan ciri (indikator) keberbakatan yang terkait.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar